LABEL

Jumat, 14 Desember 2012

PSU : Pemilihan Sudah Usai

Sejak para agitator berhasil membuat opini seakan-akan Pilgub Sultra cacat hukum khususnya tahapan Pencalonan, bermunculan pendapat-pendapat kaum yang seolah-olah paham persoalan baik yang berasal dari tim sukses paslon, akademisi, praktisi, bahkan dari dalam internal penyelenggara pemilu sendiri yang ujungnya berupaya untuk membuat pesta demokrasi rakyat Sultra unlegitimated dan mewacanakan apapun hasil Pilgub, pasti akan ada PSU (Pemungutan Suara Ulang). Tindakan yang sangat tidak bijak dan disertai takabbur yang berlebihan serta kadang sudah bertindak memastian sesuatu seperti Tuhan laksana Fir'aun ini sungguh telah merasuki otak hampir seluruh elemen masyarakat di Sultra. Tindakan ini begitu bernafsu dan massif diberitakan di hampir seluruh media lokal di seantero daerah penghasil aspal ini. Anehnya, DKPP dan PTUN melegitimasi apa yang menjadi opini yang terbangun dengan ikut-ikut menyalahkan secara pribadi kepada 2 (dua) komisioner KPU Prov Sultra, Bosman dan Masudi tanpa mencari siapa sebenarnya biang kerok dari seluruh proses yang dianggap bermasalah ini. Saya berkeyakinan, tidak dicarinya biang kerok oknum anggota KPU Provinsi Sultra ini disebabkan karena mereka adalah bagian dari agitator itu sendiri.

Keyakinan saya di dasari atas fakta-fakta yang terungkap di persidangan MK maupun DKPP, antara lain : (i) Dokumen-dokumen pencalonan dikuasai oleh Eka Suaib, tanpa diberikan kepada pihak Sekretariat KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, padahal penyimpanan dokumen-dokumen KPU adalah menjadi kewenangan sekretariat, bukanlah kewenangannya; (ii) Eka Suaib pernah membuat surat yang mengatasnamakan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara kepada Saudara Alimazi tanggal 5 Oktober 2012 tanpa diberi nomor oleh pihak sekretariat, ini adalah tindakan pribadi yang menyalahgunakan wewenang; (iii) Dokumen perbaikan syarat calon tidak pernah dilaporkan kepada Pleno KPU Prov Sultra sebelum proses verifikasi perbaikan, bahkan terkesan menghindar sejak tanggal 17 September 2012 sampai dengan 28 September 2012; (iv) Berita koran seakan-akan membenarkan seluruh tindakan Sdr Eka Suaib cs dan cenderung menyalahkan tindakan Masudi cs; (v) Hampir semua rekomendasi Panwas Sultra berujung pada perubahan tahapan dan jadwal tanpa adanya kajian yang mendalam tentang apa yang menjadi syarat-syarat penundaan tahapan; (vi) Dokumen-dokumen Berita Acara yang dibuat oleh Eka Suaib, Abdul Syahir, dan La Ode Muh Arddin tidak ada di kantor KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, tapi justru ada di tangan pihak bakal pasangan calon yang berkepentingan; (v) Beberapa KPU Kabupaten/Kota gencar berkomentar di koran seakan-akan berlaku sebagai pengamat yang bukan merupakan bagian dari lembaga KPU itu sendiri; (vi) La Ode Muh Arddin atas legitimasi Eka Suaib dan Abdul Syahir membuat surat undangan kepada Alimazi untuk hadir dalam acara Pencabutan Nomor Urut, padahal ia tidak berwenang mendatangani surat-surat KPU keluar yang menyebabkan kisruhnya acara tersebut; (vii) Pernyataan pasangan calon tertentu di salah satu koran lokal, bahwa dia tidak punya target menang, tapi targetnya adalah PSU; (viii) Eka Suaib, Abdul Syahir, dan La Ode Arddin diajukan oleh bakal pasangan calon sebagai saksinya di persidangan Mahkamah Konstitusi;

Kita tentunya masih ingat kalau opini Pemungutan Suara Ulang begitu membahana sepanjang hari sampai saat digelarnya Sidang Mahkamah Konstitusi, sehingga saya pun hampir yakin akan terjadi sebagaimana yang di opinikan para agitator tersebut. Akhir dari opini itu semua adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 88-89-90-91/PHPU.D-X/2012 yang tidak menerima dan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Artinya, bukanlah Pemungutan Suara Ulang yang terjadi malah Pemilihan Sudah Usai. Tetapi hal yang menggembirakan saya adalah Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 90/PHPU.D-X/2012 yang dengan eksplisit membenarkan tindakan saya bersama Masudi dan sebaliknya menyatakan apa yang diperbuat oleh Eka Suaib, Abdul Syahir dan La Ode Arddin adalah cacad hukum, baik secara prosedural maupun substantif, jauh berbeda dengan pendapat hukum para yang mengaku pakar-pakar hukum di Sulawesi Tenggara. Setelah putusan ini dibacakan dimana suara para pakar-pakar itu?, diam membisu dengan bibir tergantung,,, hehehe,,, Pemilihan Sudah Usai bos!!!!!

Tidak ada komentar: